Jumat, 27 Agustus 2021

Demokrasi Terpimpin



Pada periode pemerintahan di Indonesia tahun 1959-1965, kekuasaan didominasi oleh Presiden. Peran partai politik menjadi terbatas, pengaruh komunis semakin berkembang, dan peranan TNI/Polri sebagai unsur sosial politik semakin luas.

Demokrasi terpimpin berdiri di era Soekarno, yang merupakan kepemimpinan orde lama. Pada konsep demokrasi terpimpin, Soekarno bertindak seperti seorang diktator. Soekarno hampir menguasai semua sektor kekuasaan negara baik eksekutif, legislatif, dan yudikatif.

Demokrasi Terpimpin adalah demokrasi yang tidak didasarkan atas paham liberalisme, sosialisme-nasional, fasisme, dan komunisme. Akan tetapi merupakan suatu paham demokrasi yang didasarkan pada keinginan-keinginan luhur bangsa Indonesia seperti yang tercantum di dalam pembukaan UUD 1945. Demokrasi terpimpin memiliki suatu tujuan yaitu mencapai masyarakat yang adil dan makmur yang penuh dengan kebahagiaan material dan spiritual sesuai dengan cita-cita Proklamasi 17 Agustus 1945.

(Baca juga : demokrasi pancasila)

Dalam prakteknya, apa yang dinamakan dengan Demokrasi Terpimpin yang bertujuan luhur ini tidak pernah dilaksanakan secara konsekuen. Justru sebaliknya, sistem ini sangat menyimpang dari arti yang sebenarnya.

Demokrasi ini berjalan berdasarkan keinginan-keinginan atau ambisi politik pemimpinnya sendiri. Pada era demokrasi terpimpin, apabila tidak terjadi mufakat dalam sidang DPR, maka permasalahan yang ada akan diserahkan kepada Presiden sebagai pemimpin besar revolusi untuk diputuskan sendiri. Dengan begitu, rakyat atau wakil rakyat yang duduk dalam lembaga legislatif tidak memiliki peranan yang penting dalam pelaksanaan Demokrasi Terpimpin.

Banyak terjadi penyelewengan terhadap Pancasila dan UUD 1945 pada masa demokrasi terpimpin, di antaranya seperti :

1. Pembentukan Nasakom (Nasionalis, Agama dan Komunis)

2. Tap MPRS Nomor III/MPRS/1963 tentang Pengangkatan Soekarno sebagai Presiden Seumur Hidup.

3. Pembubaran DPR hasil pemilu oleh Presiden.

4. Pengangkatan ketua DPRGR/MPRS menjadi menteri negara oleh Presiden.

5. GBHN yang bersumber pada pidato Presiden tanggal 17 Agustus 1959 yang berjudul “Penemuan Kembali Revolusi Kita” ditetapkan oleh DPA, bukan MPRS.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar